3.1.12

Mewujudkan Birokrasi yang Benar-Benar Bersih Melalui Reformasi

Reformasi birokrasi menjadi salah satu fokus pemerintah dalam upaya memperbaiki kinerja aparatur negara. Hingga pada tahun 2009, diputuskan bahwa reformasi birokrasi masuk dalam salah satu kementerian, yakni Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, sehingga menjadi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB).

Namun, hingga kini masih banyak yang berpendapat bahwa kinerja aparatur perlu banyak pembenahan. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan pemerintah. Salah satunya, yang diterapkan pada tahun 2011 adalah moratorium penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) secara selektif. Moratorium berlangsung sejak 1 September 2011 dan akan berakhir pada akhir Desember 2012 atau selama 16 bulan.

Jika dilihat dari jumlahnya, berdasarkan data Kementerian PAN dan RB maka jumlah PNS di Tanah Air pada tahun 2011 adalah 4.708.330 orang. Persentase rasio antara jumlah PNS dengan jumlah penduduk adalah 1,98 atau pada level moderat. Namun, masih bermasalah di sisi komposisi, distribusi, dan kompetensi.


Moratorium dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani pada 24 Agustus 2011 oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, serta Menteri PAN dan RB yang saat itu dijabat oleh EE Mangindaan. Moratorium dilakukan secara selektif karena ada posisi-posisi tertentu yang masih dibutuhkan seperti tenaga pendidik, tenaga kesehatan, serta jabatan untuk keselamatan masyarakat dan pelayanan publik lain.

Selama diberlakukannya moratorium tersebut maka yang harus dilakukan pemerintah daerah (pemda) maupun pemerintah pusat adalah mengumpulkan analisis jabatan. Sebelumnya, yang dilaporkan hanya berupa jumlah kebutuhan pegawai. Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Aparatur Kementerian PAN dan RB Ramli Effendi Naibaho menyebutkan, terkait perkembangan reformasi birokrasi di bidang SDM aparatur maka pengungkit yang dipilih dari analisis jabatan, evaluasi jabatan, sistem rekrutmen, sistem promosi, pendidikan dan pelatihan, serta penegakan disiplin.

Jauh sebelum pemberlakuan moratorium PNS, hal yang sudah diterapkan pemerintah terkait pelaksanaan reformasi birokrasi adalah pemberian tunjangan kerja (remunerasi). Hingga tahun 2011, sudah ada 16 kementerian dan lembaga yang disetujui pelaksanaan reformasi birokrasinya disertai tunjangan kinerja.

Keenam belas kementerian dan lembaga tersebut adalah Kemkeu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Sekretariat Negara (Setneg), Sekretariat Kabinet (Setkab), Kemko Perekonomian, Kementerian PAN dan RB, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kemko Polhukam, Kemko Kesra, Kementerian Pertahanan, TNI, Polri, dan Kementerian Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kejaksaan Agung. Padahal jika dilihat secara total maka ada 34 kementerian, 33 provinsi, 497 kabupaten/kota, serta berbagai lembaga negara. Untuk mencakup semuanya masih butuh waktu yang panjang.

Namun, dengan pemberian remunerasi pun belum menunjukkan adanya pembenahan atau reformasi dalam birokrasi secara menyeluruh. Guru Besar Administrasi Negara FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM) Sofian Effendi mencontohkan, Kemkeu yang pertama kali menerapkan reformasi birokrasi dengan tunjangan kerja tapi ternyata masih terjadi korupsi, yakni terkait kasus mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan yang terungkap pada tahun 2010.

Menurut Wakil Presiden (Wapres) Boediono yang juga sebagai Ketua Pengarah Reformasi Birokrasi, reformasi birokrasi harus dilaksanakan dengan konsistensi dan kontiuitas yang tinggi untuk jangka puluhan tahun. Wapres pun menyatakan bahwa pemerintah menyadari reformasi birokrasi adalah proses yang panjang.

Ada empat sasaran utama reformasi birokrasi. Pertama, meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kedua, meningkatkan kualitas kebijakan publik. Ketiga, menghapus praktek KKN (korupsi kolusi nepotisme) dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik. Keempat, meningkatkan efisiensi dan cost effectiveness seluruh proses birokrasi pemerintahan.

Upaya lain yang tampak dilakukan untuk mempercepat proses reformasi birokrasi adalah dengan menunjuk Guru Besar Administrasi Negara Universitas Indonesia Eko Prasodjo sebagai Wakil Menteri PAN dan RB. Penambahan personil tersebut dilakukan pada Oktober 2011, yakni ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan melakukan perombakan kabinet pertama kali di masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Posisi Menteri PAN dan RB pun mengalami perombakan, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga mantan pelaksana tugas Gubernur Aceh Azwar Abubakar ditunjuk menggantikan EE Mangindaan yang digeser menjadi Menteri Perhubungan.

Saat itu, Presiden SBY juga menekankan bahwa tugas utama Wakil Menteri PAN dan RB adalah untuk menangani reformasi birokrasi karena dianggap oleh banyak pihak belum mengalami kemajuan berarti. Presiden SBY mengharapkan agar di sisa masa pemerintahannya, program reformasi birokrasi bisa benar-benar disukseskan.

Sekitar dua bulan setelah perombakan kabinet, Transparency International (TI) mengumumkan Corruption Perception Index (CPI) atau indeks persepsi korupsi. Ketua Dewan Pengurus TI Indonesia Natalia Soebagjo menyampaikan, CPI Indonesia pada 2011 adalah 3,0 atau sesuai dengan target pemerintah. Ada kenaikan 0,2 poin jika dibandingkan dengan indeks tahun 2010, yakni 2,8. Skala CPI adalah 0-10, dengan 10 sebagai skor tertinggi yang juga menunjukkan, pelayanan publik bebas dari korupsi.

Namun diingatkan, capaian 3,0 yang terjadi jangan lantas dinyatakan bahwa pemerintah sudah berhasil. Kenaikan 0,2 tidak banyak berarti karena belum banyak hal yang signifikan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

Target angka CPI pemerintah pada tahun 2014 adalah 5,0. Untuk mencapainya, ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya, tak lain yang menyangkut reformasi birokrasi karena, ada keterkaitan antara CPI dengan reformasi birokrasi. Oleh karenanya, pemerintah diminta untuk melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan komprehensif.

Rekening Gendut
Hanya berselang beberapa hari setelah pengumuman CPI oleh TI Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan tentang temuan rekening milik PNS muda yang isinya bernilai miliaran Rupiah dan dinilai tidak wajar. Dinyatakan bahwa para PNS muda tersebut terindikasi korupsi.

Temuan tersebut menjadi semacam teguran kepada pemerintah terkait upaya reformasi birokrasi yang sedang dilakukan. Sehingga kembali dipertanyakan tentang kemajuan dari program yang selama beberapa terakhir ini begitu gencar dilakukan dan digaungkan.

Ditemukannya rekening dengan jumlah wajar para PNS muda itu juga mengkonfirmasi bahwa birokrasi memang masih belum bersih. Ternyata, reformasi birokrasi belum bekerja secara efektif di balik niat politik yang besar. Seperti juga ditunjukkan oleh skor CPI Indonesia yang masih di level rendah.  

Berbagai pengaturan tentang aparatur negara sedang disiapkan dalam bentuk RUU Aparatur Sipil Negara (ASN). RUU tersebut adalah inisiatif dari DPR RI, khususnya Komisi II. Datangnya inisiatif dari DPR menjadi menarik karena sebenarnya pemerintah lah yang telah menetapkan reformasi birokrasi sebagai salah satu prioritas nasional.  

RUU ASN diharapkan bisa selesai dan diberlakukan pada 2012. Hal yang diatur dalam UU ASN nantinya bukan hanya yang menyangkut persoalan rekrutmen dan pembinaan. Tapi juga, mencakup tentang mekanisme, serta sistem reward and punishment(penghargaan dan hukuman). Pentingnya pengaturan yang tepat, khususnya mengenai hukuman yang bisa benar-benar menimbulkan efek jera.

Harapannya sehingga dampak dari reformasi birokrasi bisa benar-benar terwujud dan tampak kemajuannya. Seperti disebutkan Wapres Boediono bahwa salah satu yang menjadi sasaran reformasi birokrasi adalah peningkatan kualitas pelayanan publik, jadi publik langsung yang akan menilai.

Mewujudkan reformasi birokrasi, khususnya birokrasi yang bersih dan tanpa korupsi menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi, khususnya oleh pemerintah ke depan. Sudah ada berbagai petunjuk pelaksanaan reformasi birokrasi, yakni Perpres nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi (2010-2025) dan Peraturan Menteri PAN dan RB nomor 20 tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Dibutuhkan kemauan politik dan kerja keras yang lebih kuat dari pemerintah. Diperlukan peran berbagai kalangan untuk mewujudkan reformasi birokrasi, terutama bagian dari aparat itu sendiri.


keterangan: tulisan ini dibuat sebagai tulisan akhir/awal tahun utk koran tempat saya bekerja (SP). sumber data dan bahan dari berbagai sumber dan berita yang pernah saya buat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar