10.4.13

m-a-s-a-l-a-h // masalah

Setiap orang punya masalahnya masing-masing. Saya. Anda. Dia.

which one?



Setiap orang punya cara sendiri-sendiri untuk menghadapi masalahnya. Apapun caranya, saya pikir, sebaik-baiknya jangan sampai merugikan orang lain, apalagi yang tidak ada hubungannya dengan masalah Anda.

Seperti pengalaman yang saya dapat kemarin. Kebetulan, taksi yang saya tumpangi dengan tidak sengaja menyerempet mobil di sebelah kanannya. Saya tidak melihat secara detail kejadiannya karena sedang menaruh perhatian pada handphone. Tapi yang saya tau, hal itu terjadi karena taksi yang saya tumpangi itu dipepet dari sebelah kiri oleh Metro Mini 75 (jurusan Blok M-Pasar Minggu). Kejadiannya persis di jalan depan halte Blok S (sekitar pukul 19.00 WIB) Hal yang ingat berikutnya, si sopir (entah pemilik mobil atau peminjam), minta sopir taksi minggir. Karena kondisi jalan macet berat, agak sulit menentukan tempat untuk menepi. Si pemilik mobil yang tidak sengaja diserempet itu (yang saya tau kemudian dia bekerja sebagai general manager corporate di sebuah perusahaan properti dan menempuh pendidikan tinggi di Malaysia, serta dulunya pernah menjadi lecturer), menunjukkan emosinya dengan marah-marah. Akhirnya taksi menepi di tempat parkir sebuah bank swasta. Sejak mobil berhenti, si pemilik mobil yang secara tidak sengaja diserempet itu tidak berhenti marah-marah, bahkan sampai menyebut, "kalau gak ada orang, saya bunuh kamu." Sejak berhenti, sopir taksi sudah meminta maaf. Sementara si pemilik mobil itu mengeluarkan entah berapa kata sumpah serapah, ditambah makian, ditambah ancaman, termasuk "saya akan adukan ke kantor kamu. biar dipecat kamu." (saya lupa persisnya, dia menggunakan kata kamu atau lo atau anda). Setiap si pemilik mobil bilang, saya lapor ke kantor kamu, dan si sopir taksi menjawab "silakan pak.", begitu juga waktu si pemilik mobil bilang, "ganti rugi". Tapi si pemilik mobil tetap saja ngegas. Namun, kata-kata yang diucapkan si pemilik mobil itu dan caranya menghadapi masalah benar-benar membuat saya berpikir.

Dari sudut pandang seorang saya, yang bukan psikolog dan tidak pernah mempelajari hal-hal berbau psikologi, apa pantas ya seseorang mengancam akan membunuh orang lain karena mobilnya diserempet? Mobil, sesuatu yang sifatnya sangat duniawi. Mungkin mobilnya masih dicicil? Mungkin dia dapat mobilnya dengan susah payah? Tapi, saya yang suka berpikir ini membawa kata-kata yang orang itu ucapkan ke level yang berbeda. Kenapa harus ada ancaman seperti itu? Dan, kenapa ancaman seperti itu datangnya dari orang yang berlatar pendidikan tinggi dan memiliki jabatan tinggi di tempat kerjanya? Di sisi lain saya juga berpikir. Hal buruk apa yang dia alami hari itu sampai kemudian menghadapi masalah dengan cara demikian?

Misteri emosi manusia.

Sekelabat memori tentang kejadian yang dialami almarhum teman SMA saya, yang meninggal karena dibacok orang, tiba-tiba muncul. Kalau tidak salah, kejadiannya bermula dari mobil teman saya yang keserempet mobil orang. Karena ingin meminta pertanggungjawaban, teman saya itu bersama beberapa orang temannya yang ada di dalam mobil yang mereka tumpangi mengikuti mobil tersebut. Sampai mereka tiba di rumah pemilik mobil yang diduga menyerempet. Entah bagaimana kejadiannya, sampai akhirnya, ada orang mabuk di kompleks tersebut yang teriak, "maling!" ke teman saya dan teman-temannya. Nahasnya teman saya, ketika masyarakat sekitar yang percaya dengan teriakan orang mabuk itu lalu mengejar teman saya dan teman-temannya, dia tidak bisa menyelamatkan diri dan dibacok orang. (May he rest in peace)

Saya sendiri bukan manusia tanpa emosi. Saya bukan manusia yang tidak tau caranya kesal, sebal, marah, dan berbagai emosi negatif lain. Tapi, saya sedang dan masih terus belajar untuk tidak melakukan sesuatu hanya karena emosi sesaat. Termasuk juga, belajar untuk tidak mengucapkan kata-kata tidak pada tempatnya. "Mulutmu, harimaumu".

Mari belajar menjadi orang baik.

Saya pernah mendengar (mungkin sering), pertanggungjawaban saat hidup kita berakhir nanti adalah pertanggungjawaban pribadi, tidak ada yang bisa bersaksi untuk hal yang datangnya dari diri kita. Malaikat menjalankan tugasnya sesuai dengan yang disaksikan. Hakimnya, anda pasti tau siapa.

Saya menulis karena merasa ada beban di dalam hati yang disebabkan oleh mendengar dan menyaksikan peristiwa tersebut tepat di depan mata.
Mungkin saya memiliki hati dan perasaan yang terlalu mudah "dikelitik" oleh hal-hal demikian. Tapi, rasanya, kalau apa yang saya rasakan ini tidak saya tulis, otak saya akan penuh dan bisa menuju pada kata 'stress'. Walaupun saya tidak pandai menjabarkan dengan baik, tapi itu yang saya rasakan.

Sekali lagi, mari belajar menjadi orang baik.

Have a nice day (everyday) and God Bless us, all!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar